Selasa, 26 Oktober 2010

ULUMUL QUR'AN

Sejarah Turunnya Al- Qur’an.
Al- Qur’an diturunkan secara berangsur- angsur dan tidak sekaligus. Al-Qur’an sebagai wahyu Ilahi disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui proses yang disebut inzal, yaitu proses perwujudan Al-Qur’an dengan cara : Allah mengajarkan kepada Malaikat Jibril, kemudian Malaikat Jibril (atas izin Allah) menyampaikan kepada Nabi Muhammad.
Seperti yang terdapat dalam Firman Allah:
“Ialah Al-Qur’an yang mulia, di lauh mahfudz’’. (Qs. Al-Waqiah : 75)
“Bulan Ramadhan yang di dalamnya Al Qur’an diturunkan”. (Qs.Al-Baqarah : 185)
“Sesungguhnya kami telah menurunkan (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”.
(Qs.Al-Qadr: 1)
Terhadap kenyataan berangsurnya Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad yang memakan waktu kurang lebih 23 tahun digunakan istilah : tanzil, telah memunculkan konsep teks eternal (azali) di lauh Mahfudz.
Al-Qur’an telah dianggap ada secara utuh pada masa azali, yang kemudian diturunkan secara sekaligus dari lauh mahfudz ke langit dunia pada malam ketentuan/ lailatul qadar. Kemudian diturunkan secara bertahap sebagai respon atas realitas dan faktor penyebab (asbab an-nuzul) yang dimulai pada satu malam di bulan Ramadhan.
Proses turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur pada konteks realita kemanusiaan, menunjukkan bahwa Allah melalui teks Al-Qur’an kerap melakukan respon atas fenomena manusiawi.
Pemeliharaan Al- Qur’an Pada Masa Rasulullah dan Pada Masa Khulafa ar Rasyidin.
1. Pemeliharaan Alqur’an pada Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW.
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
2. Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafa ar Rasyidin.

• Pada masa pemerintahan Abu Bakar.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
• Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
Al- Qur’an sebagai Mukjizat Terbesar Rasulullah SAW.
AL’QURAN sebagai mukjizat terbesar karena penutup dari semua kitab yang di turun kan terdahulu dan penyempurna dari kitab-kitab sebelum nya. Setiap nabi dan rasul diberikan mukjizat, akan tetapi semua mukjizat tersebut telah hilang bersama kewafatan para nabi dan rasul.
Hanya satu saja mukjizat yang masih wujud dan dapat kita lihat, sentuh, baca dan dengar. Itulah mukjizat nabi kita Nabi Besar Muhammad s.a.w yaitu Al-Qur'an Al-Karim, yang telah Allah janjikan untuk memelihara dan melingdunginya sehingga hari Kiamat kelak. Ini termaktub dalam firman Allah :
"Sesungguhnya telah Kami turunkan peringatan ini (Al-Qur'an) dan sesungguhnya Kami lah penjaga baginya." (Q.s. Al-Hijir : 9)


Isi Al- Qur’an yang Lengkap (Syumul).
Yang dimaksud dengan kelengkapan atau Syumul nya isi Al- qur’an adalah, bahwa Al- Qur’an mengandung berbagai macam permasalahan serta segala ilmu yang terdapat di dunia atau di alam semesta ini. Bahwa tak ada satu ilmu piun yang luput dari Al- Qur’an. Baik dalam ilmu alam, ataupun sosial, segalanya terdapat dalam Al- Qur’an. Bagaimana cra kita beribadah kepada Allah, dan bagaimana cara manusia untuk berinteraksi dengan sesamamnya, itupun telah diatur dan terdapat dalam Al- Qur’an. Dalam Firman Allah:
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal soleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.” (Q.s. Al Kahfi: 1-3)
Tidak ada di dunia ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa, yang terjaga dari perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur’an. Tidak ada seorangpun yang dapat menambah atau mengurangi satu huruf-pun darinya. Ayat-ayatnya dibaca, didengarkan, dihapal dan dijelaskan, sebagaimana bentuknya saat diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan ruh yang terpercaya (Jibril).
Al Qur’an adalah kitab Ilahi seratus peratus, seperti yang telah dijelaskan oleh Firman Allah:
“(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.” (Q.s.Huud : 1)
“Dan sesungguhnya Al Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (Q.s.Fush-shilat : 41-42).

Etika Membaca Al- Qur’an.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum membaca Al- Qur’an, yaitu:
a. Sebaiknya orang yang membaca Al- Qur’an dalam keadaan sudah berwudhu, suci pakaiannya, badannya dan tempatnya, serta telah menggosok gigi.
b. Hendaknya memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, karena hal tersebut lebih dapat konsentrasi dan jiwa lebih tenang.
Perbedaan Al- Qur’an dan Hadits Qudsi.
Hadits qudsi adalah hadits yang disnisbatkan kepada Zat yang quds (suci), yaitu Allah Ta’ala. Yang mana hadits qudsi ini disampaikan kepada kita oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun perbedaan antara dia dengan Al-Qur’an, maka ada beberapa perkara yang disebutkan oleh para ulama. Di antaranya:
1. Lafazh dan makna Al-Qur’an berasal dari Allah, sementara lafazh hadis Qudsi berasal dari Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam walaupun tentunya maknanya dari Allah.
2. Sanad periwayatan Al-Qur’an secara umum adalah mutawatir, yakni bisa dipastikan keabsahannya dari Nabi -alaihishshalatu wassalam-. Berbeda halnya dengan hadits qudsi, karena di antaranya ada yang merupakan hadits shahih, ada yang hasan, ada yang lemah, bahkan ada yang palsu. Jadi keabsahannya dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- belum bisa dipastikan kecuali setelah memeriksa semua sanadnya.
3. Kita berta’abbud (beribadah) kepada Allah dengan membaca Al-Qur’an, dalam artian satu huruf mendapatkan sepuluh kebaikan. Sedangkan membaca hadits qudsi tidak mendapatkan pahala huruf perhuruf seperti itu.
4. Tidak diperbolehkan membaca hadits qudsi di dalam shalat, bahkan shalatnya batal kalau dia membacanya. Berbeda halnya dengan membaca Al-Qur`an yang merupakan inti dari shalat.
5. Ayat Al-Qur`an jumlahnya kurang lebih 6666 ayat (menurut hitungan sebagian ulama dan sebagian lainnya berpendapat jumlahnya 6.236), sementara jumlah hadits qudsi yang shahih tidak sebanyak itu. Abdur Rauf Al-Munawi sendiri dalam kitabnya Al-Ittihafat As-Saniyah bi Al-Ahaditsi Al-Qudsiyah hanya menyebutkan 272 hadits.
Kewajiban Terhadap Al- Qur’an.
1. MENGIMANINYA
KITA HARUS YAKIN BAHWA AL-QUR’AN ADALAH KALAMULLAH YANG DITURUNKAN OLEH ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA KEPADA RASULULLAH SALALLAHU ALAIHI WA SALAM. KITA WAJIB MENGIMANI SEMUA AYAT-AYAT YANG KITA BACA, BAIK YANG BERUPA HUKUM-HUKUM MAUPUN KISAH-KISAH. BAIK YANG MENURUT KITA TERASA MASUK AKAL MAUPUN YANG BELUM DAPAT KITA PAHAMI, YANG NYATA MAUPUN YANG GAIB. HAL INI SESUAI DENGAN FIRMAN ALLAH SWT:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ

“RASUL ITU TELAH PERCAYA AKAN APA YANG DITURUNKAN KEPADANYA DARI TUHANNYA, DAN SEGENAP ORANG MU’MIN PUN PERCAYA PULA, MASING-MASING PERCAYA KEPADA ALLAH, MALAIKAT-NYA, KITAB-KITAB-NYA DAN UTUSAN-UTUSAN-NYA”. (Q.S. AL-BAQAARAH : 285).

2. MEMBACANYA

“SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG YANG BERIMAN IALAH MEREKA YANG BILA DISEBUT NAMA ALLAH GEMETARLAH HATI MEREKA, DAN APABILA DIBACAKAN AYAT- AYATNYA BERTAMBAHLAH IMAN MEREKA (KARENANYA), DAN HANYA KEPADA TUHANLAH MEREKA BERTAWAKKAL.” (Q.S. AL-ANFAAL)

DALAM FIRMAN ALLAH:
الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاَوَتِهِ أُوْلَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“ORANG-ORANG YANG TELAH KAMI BERIKAN AL-KITAB KEPADANYA, MEREKA MEMBACANYA DENGAN ‘HAQQA TILAWAH’ MEREKA ITULAH ORANG-ORANG YANG BERIMAN KEPADANYA. DAN BARANG SIAPA YANG INGKAR KEPADANYA, MAKA MEREKA ITULAH ORANG-ORANG YANG MERUGI.” (Q.S. AL BAQAARAH : 121)
3. MENDENGARKANNYA

SEPERTI YANG DIJELASKAN DALAM AYAT-NYA, ALLAH BERFIRMAN:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

SEPERTI YANG DIAJARKAN ALLAH SWT DALAM AYAT PERTAMA YANG DITURUNKAN KEPADA RASULULLAH MUHAMMAD SAW, “IQRA” ATAU “BACALAH”
DI DALAM AL-QUR’AN JUGA DISEBUTKAN BAHWA MEMBACA DENGAN SEBENAR-BENAR BACAAN (HAQQA TILAWAH) MERUPAKAN PARAMETER KEIMANAN ORANG TERSEBUT KEPADA AL-QUR’AN.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar