Senin, 26 April 2010

Rangkaian Kata dalam Cerpen KU,

PUISI DIA 1

Tuhan,,,,

Ketika perasaan itu tertuju kepadaku,,
Biarlah cintanya yang menjadi nafasku,,,,

Agar dirinya selalu ada di setiap hembusan nafasku,,

Ketika sayangnya tak terbendung,,,
Biralah itu mengalir dalam aliran darahku,,,

Agar namanya turut serta menghidupkan ku,,,

Ketika rindu itu hanya untukku,,
Biarlah kasihnya yang menghampiriku,,

Agar ayu wajahnya tergambar jelas dalam ingatanku,,

Tak pernah ku alami situasi yang serumit ini,,,

Dadaku sesak jika membayangkan cintanya pergi,,

Tubuhku lemah jika membayangkan sayangnya terlepas dariku,,

Konsentrasiku buyar jika membayngkan rindunya untukku hilang,,

Apa yang harus ku perbuat,,,,,

Apa yang harus ku lakuakan agar rasaku tak bertambah padanya,,,

Luapan rasaku ini layaknya bendungan panorama pelagi,,

Yang senantiasa meneteskan butiran warna- warni,,,, tanpa henti,,

Terus,,,

Terus,,,

Dan terus begitu,,,

Hingga akhirnya meluap,,,, dan menghujaninya,,,


PUISI DIA 2

Jika harum mawar adalah wewangian sejati,,,
Maka engkau lebih dari harum mawar,,,

Jika hujan menyisakan panorama indah pelangi,,
Maka engkau lebih dari indah pelangi,,,

PUISI DIA 3

Tuhan telah menitipkan cintaku padamu,,

Kuharap kau menjaganya dengan ketulusan hati,,,,,

Kau harus yakini,, kelak cinta itu akan berbuah manis,,,

Tentu bukan hanya kau yang menjaganya,,

Akupun turut serta,,

Kita akan menjaganya,,,

Tanamkan cinta kita dalam ketulusan,,,

Kita sirami dengan air kasih, dan sayang sebagai penguatnya,,,

Agar,,,,

Jika suatu saat nanti badai amarah serta rasa cemburu menghujani nya,,

Ia akan tumbuh menjadi cinta yang teguh,,,,

Agar ia dapat bertahan dalam kondisi terburuk sekalipun,,,

Agar kita,,,,,

Kau,,,

Dan aku,,

Menjadi anak adam dam hawa yang saling berkasih sayang,,,

Dengan cinta yang ku punya,,,,

Serta kasih sayang yang kau beri,,,,

SebatasTegar,,,

ketika Tuhan menjatuhkan takdir atasnya,,,,
hanya guratan senyum yang nampak pada wajahnya,,

entah apa yang ada di fikirnya,
serta apa yang terbesit di hatinya,,,

senyum itu membahasakan betapa tegarnya ia berdiri,,,
betapa tangguhnya ia menghadapi hidup yang tak seorang manusiapun tahu,,

pahit sangat keputusan itu bagi kami,,
namun setetes manis untuknya,,,

dalam benaknya hanya bagaimana cara ia bersyukur atas nikmat yang telah di karuniakan Tuhan padanya,,,

bagaimana menyampaikan rasa syukur ini,,,
harus dengan apa rasa syukur ini di ungkapkan,,

setiap katanya yang terucap,,, atau terukir dalam baitan puisi,,
merupakan butir- butur kata yang teruntai dengan baik,,,

serta mampu memberi hidup untuk yang lain,,,

mungkin hanya hal itu yang ia mampu,,,

bila suatu hari nanti Tuhan tersenyum dan mengulurkan tangan kepadanya,,,
masanya pun tiba,,

maka butiran kata- katanya akan selalu terpatri dalam benak dan mengalir dalam setiap nafas kawannya,,,

mungkin hanya nasihat yang tiada henti meluap dari bibir,

serta goresan makna yang senantiasa meliputi hari- harimu yang membuatmu rindu akan kehadirannya kelak,,,,

kini,,,

berikan ia kesempatan yang sama dengan yang lain,,

memberinya pandangan bahwa hidup masih panjang,,
jalan yang kita lalui masuh jauh membentang didepan sana,,,

maka janganlah menyerah pada keadaan,,,

karena itu pula yang ia ucap dan tuliskan,,,

bila harinya tiba,,,,,

ia akan tersenuyum pada dunia,,,,,

karena setidaknya ia telah meninggalkan kebaikan yang tak akan pernah habis dan hilang dalam setip diri kawannya,,,,

karena,,, ia menghabiskan sisa hidup nya dengan bersyukur padaNya,,,

karena ia tahu,,,,

bahwa sebaik- baiknya manusia ialah ia yang pandai bersyukur dan bwermanfaat untuk orang lain,,,

mungkin,,, itu hanya sekilas tahu ku tentangnya,,,,

siluet dirinya yang tak akan pernah bias terungkap oleh apapun,,,

hanya dirinya dan Tuhan yang mengetahuinya,,,,

ya,,,,

hanya dirinya,,,

dan Tuhan,,,





Jakarta, 21 Des 09

Terispirasi oleh :
Kawanku yang tegar..

1/3 Malam

Di sepertiga malam ini ku untai beribu kata dalam do’a untukmu,,,
Untukmu yang tak pernah lelah menghujaniku dengan segala kebaikan,,,
Serta cinta kasih yang tak pernah kering,,,

Disepertiga malam ini ku menangis untukmu,,,
Untukmu yang senantiasa memenuhi sanubariku,,,,
Memenuhi benak dan fikirku untuk selalu membuatmu bangga padaku,,,,

Di sepertiga malam ini ku curahkan segala rasaku padaMu Tuhanku,,,

Rasa yang tak kan pernah habis untuknya,,,

Untuknya yang menjadi pengamat setia dalam perkermbangan dan pertumbuhanku,,,

Untuknya yang memberiku tempat agar tetap merasa aman,,,

Untuknya yang menemaniku ketika rapuh mendera tubuhku,,,

Untuknya yang memelukku ketika dunia mencaciku,,,

Untuknya yang membelaiku ketika amarah menguasaiku,,,

Minggu, 25 April 2010

RPP FIQIH

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( R P P )



Nama Sekolah : M. A. Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta.
Mata Pelajaran : Fiqih.
Materi : Bersuci, Manfaat, dan Hikmahnya.

1. Manfaat dan Hikmah Bersuci dari Hadats.
Kelas/ Semester: X/ Ganjil.
Pertemuan Ke : 2
Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit.



Standar Kompetensi :
Menghayati manfaat dan hikmah bersuci dari hadats dan mengamalkannya.

Kompetensi Dasar :
1. Siswa memahami dan menghayati manfaat dan hikmah bersuci.

Indikator :
1. Menjelaskan bersuci dari hadats dan dasar hukumnya.
2. Menjelaskan manfaat bersuci dari hadats.
3. Menjelaskan hikmah bersuci dari hadats.
4. Membiasakan cara hidup bersih dari hadats.

I. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Siswa mampu menjelaskan bersuci dari hadats dan dasar hukumnya.
2. Siswa mampu menjelaskan manfaat bersuci dari hadats.
3. Siswa mampu menjelaskan hikmah bersuci dari hadats.
4. Siswa mampu menerapkan cara hidup bersih dari hadats.

II. MATERI POKOK
Manfaat dan Hikmah Bersuci dari Hadats.
1. Hikmah Berwudhu.
2. Hikmah Mandi.
3. Hikmah Tayammum.

III. METODE PEMBELAJARAN
• Ceramah.
• Diskusi.
• Tanya Jawab.

IV. LANGKAH - LANGKAH PEMBELAJARAN

Pertemuan: Ke- Dua

No Tujuan: 1 – 4

Rincian Kegiatan:

A. Kegiatan Awal
 Memeriksa kesiapan siswa,
• Guru-Siswa memberi salam dan memulai pelajarandengan mengucapkan basmalah dan kemudian berdoá bersama sebelum memulai pelajaran.
• Siswa menyiapkan buku diktat Fikih Madrasah Aliyah Kelas Satu.

 Apersepsi :
Siswa diberikan pertanyaan tentang apa yang di maksud dengan bersuci dari hadats.

 Motivasi : disampaikan kepada siswa bahwa, sebagai umat Islam yang beriman sepatutnya selalu menjaga kebersihan diri, baik dari najis maupun hadats. Karena dengan diri yang bersih seorang muslim dapat beribadah kepada Allah SWT. Karena bersuci merupakan syarat dari diterimanya suatu ibadah.

 Menyampaikan Tujuan Pembelajaran dan Rencana Kegiatan. Guru menjelaskan secara singkat materi yang akan diajarkan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.

Waktu: 15’

B. Kegiatan Inti
 Siswa membaca dan menyimak buku diktat sub bab manfaat dan hikmah bersuci dari hadats.

 Siswa menyimak penjelasan guru tentang
manfaat dan hikmah bersuci dari hadats,
pengertian hadats, pengertian bersuci dari
hadats, hikmahwudhu, hikmah mandi, hikmah tayammum, dan manfaat bersuci dari hadats.

 Memberi waktu untuk berdiskusi, dan di lanjutkan dengan pertanyaan lisan.

 Pemberian tugas rumah, berupa mencari diinternet kasus tentang akibat tidak bersuci dari hadats. Tugas dikerjakas secara kelompok. Masing- masing kelompok terdiri dari dua siswa. Hasil diketik, dengan font Arial, size 12, dan menggunakan kertas A4.

Waktu :60’

C. Kegiatan Akhir
 Refleksi :
a. Kesan dan pesan selama pembelajaran.
b. Rekomendasi bagi pembelajaran berikutnya.

 Kesimpulan materi untuk menetapkan pemahaman siswa.

Waktu :15’

V. ALAT/ BAHAN/ SUMBER BELAJAR
• Buku Diktat Fikih. Judul : Fiqih Madrasah Aliyah Kelas Satu.
Penerbit:PT.Karya Toha Putra.
• Internet.

VI. PENILAIAN
Jenis : Pertanyaan lisan, Praktek dan Tugas Rumah.
Bentuk : Pemahaman dan Penerapan.
Soal :

Lisan :
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hadats.
2. Jelaskan manfaat dari bersuci dari hadats.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bersuci dari hadats.
4. Sebutkan hikmah dari berwudhu.
5. Sebutkan beberapa hikmah dari mandi.
6. Sebutkan beberapa hikmah dari tayammum.

Praktek :
Mempraktikan dan menjelaskan tata cara berwudhu dan tayammum.

Tugas Rumah :
• Tugas Kelompok. Satu kelompok terdiri dari dua siswa. Mencari di internet, kasus tentang akibat tidak bersuci dari hadast. Di buat laporan dalam bentuk ketikan dengan kertas A4, dan font Arial 12.

KUNCI JAWABAN

Jawaban Lisan :

1. Hadast adalah suatu sifat atau keadaan yang oleh syar’i dapat menghalangi sahnya seseorang untuk beribadah kepada Allah SWT.

2. Bersuci dari hadats adalah mensucikan badan dari hadats kecil dengan berwudhu dan hadats besar dengan mandi.

3. Secara umum, diantara hikmah wudhu ialah :

a. Untuk lebih mendekatkan diri dengan Allah SWT. Dan mensyukuri nikmatNya. Karena suci dari hadats merupakan syarat sah melakukan ibadah, seperti sholat dan thawaf.
b. Berwudhu dapat menghilangkan hadats dan sekaligus juga menghilangkan kotoran.

4. Diantara hikmah mandi adalah :

a. Mandi membuat seseorang menjadi boleh melakukan ibadah yang pada awalnya dilarang bagi dirinya karena kekotoran dirinya. Dan ibadah merupakan sarana mendekatkan diri dan mengingat Allah SWT.
b. Mandi secara lahiriah bisa memulihkan kesegaran badan, dan dengan kesegaran badan, rohani pun menjadi segar. Disamping itu, kebersihan dan kesegaran dapat menjaga kesehatan.
c. Bila dalam keadaan junub, seperti haid dan nifas, banyak hal yang tidak bisa kita lakukan, seperti pergaulan suami istri. Dengan mandi seperti ini berarti sekaligus menjaga diridari melakukan pelanggaran terhadap ajaran agama.
d. Wujud syukur kepada Allah SWT., terutama bagi orang kafir yang baru masuk Islam; wanita yang telah melahirkan anak dan bebas dari nifas, dan wanita haid; karena telah terbebas dari kekotoran.

5. Hikmah tayammum adalah :

a. Untuk menunjukan sifat Rahman dan Rahim Tuhan, bahwa syari’at Islam tidak mempersulit ummatnya. Manusia diperintah melaksanakan ajaranNya sesuai dengan kesanggupan masing- masing . bila tidak ada air atau dalam keadaan sakit yang tidak boleh menggunakan air, maka Allah memberikan kemurahan dengan memperbolehkan menggunakan debu sebagai pengganti air.
b. Hikmah yang terdapat pada tanah sebagai pengganti air untuk bersuci antara lain adalah tanah mudah didapat dan juga dapat melemahkan nafsu amarah kita, karena tanah yang biasanya kita injak, pada saat tayammum harus kita sapukan pada wajah kita. Ini menuntut keikhlasan dan kesabaran kita.
c. Menyadarkan akan asal manusia diciptakan, bahwa dirinya diciptakan dari tanah. Ini berarti menuntut manusia agar bersikap merendahkan diri dan tidak berlaku sombong.
d. Memberikan kesadaran bahwa tidak alasan untuk meningglkan ibadah. Hal ini juga menunjukan keluwesan ajaran Islam yang lengkap sesuai dengan kebutuhan manusia. Contohnya, menggunakan debu untuk mehilangkan hadats karena ketiadaan air atau udzur menggunakan air.

6. Membiasakan hidup bersih dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil akan dapat membentengi kita dari kebiasaan- kebiasaan buruk. Misalnya kalau kita salalu dalam keadaan berwudhu, maka paling tidak kita akan selalu menjaga agar jangan sampai batal dari wudhu.


Yogyakarta, 26 April 2010


Mengetahui,



Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran


Ramon Y Tungka Sindy Dwija W
NIP. 120 282 739 NIP. 190 510 432

Sabtu, 24 April 2010

IJMA' dan QIYAS

PENDAHULUAN

Pada masa rasulullah SAW peraturan dan hukum dalam Islam langsung diterima melalui wahyu [ayat-ayat al-Qur’an dan atau Sunnah beliau melalui hadits] yang kemudian disampaikannya pula kepada ummatnya.

Sebagaimana telah diuraikan bahwa cara turunnya wahyu dibagi dua macam dapat dilihat disini, dan sunnah rasul SAW yang diterbagi atas tiga bagian yaitu sunnah qauliyah [perkataan], fi’liyah [perbuatan] dan sunnah taqririyah [persetujuan atau penolakan]

Ijma’ dan qiyas pada masa kehidupan rasulullah SAW merupakan suatu media yang tidak dibutuhkan, sebab rasulullah SAW bertindak sebagai peletak dan penjelas hukum-hukum yang datang dari Allah SWT.

Sepeninggalnya beliau SAW, banyak kejadian yang tidak ditemukan hukumnya dalam al-Kitab dan sunnah rasul SAW, sehingga memerlukan pengamatan dan penelitan serta pendekatan dengan suatu hukum yang telah ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

PEMBAHASAN

“IJMA’ DAN QIYAS”

A.IJMA’

1.Pengertian Ijma’

•Menurut Bahasa
Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap sesuatu. disebutkan أجمع فلان على الأمر berarti berupaya di atasnya.
Sebagaimana firman Allah Swt:
“Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu. (Qs.10:71)
Pengertian kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang.

•Menurut Istilah
Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara.

2.Dasar Hukum Ijma’

a.Al-Qur'an
Allah SWT berfirman:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu." (an-Nisâ': 59)
Perkataan amri yang terdapat pada ayat di atas berarti hal, keadaan atau urusan yang bersifat umum meliputi urusan dunia dan urusan agama. Ulil amri dalam urusan dunia ialah raja, kepala negara, pemimpin atau penguasa, sedang ulil amri dalam urusan agama ialah para mujtahid.
Dari ayat di atas dipahami bahwa jika para ulil amri itu telah sepakat tentang sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka kesepakatan itu hendaklah dilaksanakan dan dipatuhi oleh kaum muslimin.

b.Al- Hadits
Bila para mujtahid telah melakukan ijma' tentang hukum syara' dari suatu peristiwa atau kejadian, maka ijma' itu hendaklah diikuti, karena mereka tidak mungkin melakukan kesepakatan untuk melakukan kesalahan apalagi kemaksiatan dan dusta,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

Artinya: "umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan kesalahan."
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

c.Akal Pikiran
Setiap ijma' yang dilakukan atas hukum syara', hendaklah dilakukan dan dibina atas asas-asas pokok ajaran Islam. Karena itu setiap mujtahid dalam berijtihad hendaklah mengetahui dasar-dasar pokok ajaran Islam, batas-batas yang telah ditetapkan dalam berijtihad serta hukum-hukum yang telah ditetapkan.

3.Rukun Ijma’
a.Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya seorang (mujtahid) saja di suatu masa. Karena ‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang, pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain.

b.Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah, dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka.

c.Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang mereka dengan pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau perbuatan.

d.Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian besar mereka sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang ‘banyak’ secara ijma’ sekalipun jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang pasti dan mengikat.

4.Syarat Mujtahid
•Memiliki pengetahuan tentang Al Qur’an.
•Memiliki pengetahuan tentang Sunnah.
•Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’ sebelumnya.
•memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.
•Menguasai ilmu bahasa.

Selain itu, al-Syatibi menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki pengetahuan tentang maqasid al-Syariah (tujuan syariat). Oleh karena itu seorang mujtahid dituntut untuk memahami maqasid al-Syariah. Menurut Syatibi, seseorang tidak dapat mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai dua hal: pertama, ia harus mampu memahami maqasid al-syariah secara sempurna, kedua ia harus memiliki kemampuan menarik kandungan hukum berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid al-Syariah.

5.Syarat- Syarat Ijma’
a.Tetap melalui jalan yang shohih,
yaitu dengan kemasyhurannya dikalangan 'ulama atau yang menukilkannya adalah orang yang tsiqoh dan luas pengetahuannya.

b.Tidak didahului oleh khilaf yang telah tetap sebelumnya,
jika didahului oleh hal itu maka bukanlah ijma' karena perkataan tidak batal dengan kematian yang mengucapkannya.Maka ijma' tidak bisa membatalkan khilaf yang ada sebelumnya, akan tetapi ijma' bisa mencegah terjadinya khilaf. Ini merupakan pendapat yang rojih karena kuatnya pendalilannya.

6.Macam- Macam Ijma’
•Ditinjau dari segi cara terjadinya, maka ijma' terdiri atas:
a.ljma' bayani,
yaitu para mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas dan tegas, baik berupa ucapan atau tulisan. Ijma' bayani disebut juga ijma' shahih, ijma' qauli atau ijma' haqiqi;

b.Ijma' sukuti,
yaitu para mujtahid seluruh atau sebahagian mereka tidak menyatakan pendapat dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak memberikan reaksi terhadap suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain yang hidup di masanya. Ijma' seperti ini disebut juga ijma' 'itibari.

•Ditinjau dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma', dapat dibagi kepada:
a.ljma' qath'i,
yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu adalah qath'i diyakini benar terjadinya, tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijma' yang dilakukan pada waktu yang lain;

b.ljma' dhanni,
yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu dhanni, masih ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma' yang dilakukan pada waktu yang lain.

7.Objek Ijma’
Obyek ijma' ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya dalarn al-Qur'an dan al-Hadits, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadat ghairu mahdhah (ibadat yanng tidak langsung ditujukan kepada Allah SWT) bidang mu'amalat, bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan duniawi tetapi tidak ada dasarnya dalam al-Qur'an dan al-Hadits.

B.QIYAS

1.Pengertian Qiyas

a.Menurut Bahasa
Secara bahasa, qiyâs merupakan bentuk masdar dari kata qâsa- yaqîsu, yang artinya ukuran, mengetahui ukuran sesuatu. Misalnya, "Fulan meng-qiyaskan baju dengan lengan tangannya", artinya mengukur baju dengan lengan tangannya; artinya membandingkan antara dua hal untuk mengetahui ukuran yang lain. Secara bahasa juga berarti "menyamakan", dikatakan "Fulan meng-qiaskan extasi dengan minuman keras", artinya menyamakan antara extasi dengan minuman keras.
Dalam perkembanganya, kata qiyâs banyak digunakan sebagai ungkapan dalam upaya penyamaan antara dua hal yang berbeda, baik penyamaan yang berbentuk inderawi, seperti pengkiasan dua buah buku. Atau maknawiyah, misalnya "Fulan tidak bisa dikiaskan dengan si Fulan", artinya tidak terdapat kesamaan dalam ukuran.

b.Menurut Istilah
Qiyas menurut istilah ahli ushul fiqh adalah menyamakan suatu hukum dari peristiwa yang tidak memiliki nash hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nash hokum, sebab sama dalam illat hukumnya.
Apabila ada nash yang menunjukan hokum pada suatu peristiwa dan dapat diketahui illat hukumnya dengan cara-cara yang digunakan untuk mengetahui illat hukumnya, kemudian terjadi peristiwa lain yang sama illat hukumnya, maka hukum kedua masalah itu disamakan sebab memiliki kesamaan dalam hal illat hukum. Karena hukum dapat ditemukan ketika illat itu sudah ditemukan.

2.Rukun Qiyas
Berdasarkan pengertian secara istilah, rukun qiyâs dapat dibagi menjadi empat yaitu:

a.Al-ashlu
Para fuqaha mendefinisikan al-ashlu sebagai objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya (al-maqîs 'alaihi), dan musyabbah bih (tempat menyerupakan) juga diartikan sebagai pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Imam Al-Amidi dalam al-Mathbu’mengatakan bahwa al-ashlu adalah sesuatu yang bercabang, yang bisa diketahui (hukumnya) sendiri.
Contoh, pengharaman ganja sebagai qiyâs dari minuman keras adalah dengan menempatkan minuman keras sebagai sesuatu yang telah jelas keharmannya, karena suatu bentuk dasar tidak boleh terlepas dan selalu dibutuhkan. Dengan demiklian maka al-aslu adalah objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya.

b.Hukmu al-ashlu
Atau hukum asli; adalah hukum syar'i yang ada dalam nash atau ijma', yang terdapat dalam al-ashlu.

c.Al-far'u
Al-far'u adalah sesuatu yang dikiaskan (al-maqîs), karena tidak terdapat dalil nash atau ijma' yang menjelaskan hukumnya.

d.Al-'illah
Al-'illah adalah sifat hukum yang terdapat dalam al-ashlu, dan merupakan benang merah penghubung antara al-ashlu dengan al-far'u, seperti "al-iskâr".

3.Syarat- Syarat Qiyas
Dari empat rukun qiyâs yang sudah diterangkan di atas, dari masing-masing rukun terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi sebagai syarat khusus sah-nya qiyâs, di antaranya adalah:

a.Syarat al-Ashlu
Ulama ushul fiqih sepakat bahwa syarat dari al-ashlu adalah suatu hal yang pokok, dan bukan merupakan cabang dari yang lain, atau bukan cabang dari pokok (hukum) yang lain.

Menurut jumhur fuqaha, bahawa qiyâs harusalah dibangun diatas dalil nash ataupun ijma', hanya saja terjadi perbedaan pendapat di antara mereka tentang bolehnya qiyâs yang didasarkan atas ijma'. Sebagian ulama yang tidak setuju mengatakan bahwa qiyâs didasarkan dari 'illah yang menjadi dasar disyariatkannya hukum asli, dan hal ini tidak memungkinkan dalam ijma', karena ijma' tidak diharuskan disebutkan adanya wakil (al-far'u). Maka apabila tidak disebutkan al-far'u-nya, tidak mungkin untuk bisa diketahui 'illah qiyâs-nya.

b.Syarat Hukmu al-Ashli
Terdapat beberapa syarat dalam hukmu al-ashli atau hukum asli,diantaranya:

•Harus merupakan hukum syar'i, karena tuntutan dari qiyâs adalah untuk menjelaskan hokum syar'i pada al-maqîs atau objek qiyâs.

•Harus merupakan hukum syara' yang tetap (tidak dihapus). Karena dalam penetapan hukum dari al-ashlu ke al-far'u, didasarkan dari 'illat dalam nash syar'i. Maka apabila hukum asli dihapus, mengharuskan terhapusnya juga 'illat yang akan digunakan dalam al-far'u.

•Merupakan sesuatu yang logis yang bisa ditangkap oleh akal; 'illat hukumnya bisa diketahui oleh akal. Karena asas qiyâs di antaranya adalah: 'illat hukumnya bias diketahui, dapat diterapkan pada al-far'u.
Para ulama mengatakan tidak dibolehkanya qiâyas dalam masalah ta'abuddiyah (prerogatif Allah), yang 'illah-nya manusia tidak ada kepentingan untuk mengetahuinya, seperti jumlah raka'at dalam shalat, thawaf mengelilingi ka'bah dan lain-lain.

c.Syarat al-Far'u
•'Illat yang terdapat pada al-ashlu memiliki kesamaan dengan 'illat yang terdapat pada far'u, karena seandainya terjadi perbedaan 'illat, maka tidak bisa dilakukan penyamaan (qiyâs) dalam keduanya. Adapun qiyâs yang tidak terdapat syarat ini, dikatakan oleh para ulama sebagai qiyâs ma'a al-fâriq.

•Tetapnya hukum asal; hukum asal tidak berubah setelah dilakuakan qiyâs

•Tidak terdapat nash atau ijma' pada al-far'u, yaitu berupa hukum yang menyelisihi qiyâs. Seandaiya terjadi hal ini, maka qiyâs itu dihukumi dengan qiyâs fâsid al-'itibâr. Imam Abu Hanifah berkata: "Tidak sah adanya pensyaratan 'iman' dalam memerdekakan budak sebagai kafarat sumpah di-qiyâs-kan pada kafarat pembunuhan; karena pensyaratan itu menyelisihi keumuman nash dalam firman Allah Swt.:
Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. (Q.S.Al-Mâidah:89).
Lafadz "raqabah/budak" dalam ayat ini berbentuk mutlaq, tidak ada pensyaratan harus mu'min, berbeda dengan kafarat pembunuhan seperti firman Allah Swt.:
Artinya: Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat.(Q.S. An-Nisâ:92).

Maka qiyâs dalam kafarat sumpah atas kafarat pembunuhan adalah fâsid (rusak).

d.Syarat 'illat
•Sifat 'illat hendaknya nyata; terjangkau oleh akal dan pancaindera. Hal ini diperlukan karena 'illat merupakan isyarat adanya hukum yang menjadi dasar untuk menetapkan hukum pada far'u. Apabila 'illat tidak bisa ditangkap pancaindera, maka tidak mungkin untuk bisa menunjukkan kepada suatu hukum, jadi 'illat haruslah nyata, seperti 'illat memabukkan dalam Khamer.

•Sifat 'illat hendaklah pasti, tertentu, terbatas dan dapat dibuktikan bahwa 'illat itu ada pada far'u, karena asas qiyas adalah adanya persamaan 'illat antara ashlu dan far'u'.

•‘Illat harus berupa sifat yang sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan hikmah hukum, dalam arti bahwa kuat dugaan 'illat itu sesuai dengan hikmah hukumnya. Seperti memabukkan sesuai dengan hukum haram minum khamar, karena dalam hukum itu terkandung suatu hikmah hukum, yaitu memelihara akal dengan menghindarkan diri dari mabuk.

•'Illat tidak hanya terdapat pada ashlu saja, tetapi harus berupa sifat yang dapat diterapkan juga pada masalah-masalah lain selain dari ashlu.
Untuk hukum-hukum yang khusus berlaku bagi Nabi Saw, tidak boleh dijadikan dasar qiyas. Misalnya menikahi wanita lebih dari empat orang, karena ini berupa ketentuan khusus yang hanya berlaku bagi Nabi Saw.

4. Hujjatul Qiyas
•Hujjah secara bahasa artinya petunjuk atau bukti, adapun arti qiyâs sebagai hujjah adalah: petunjuk atau bukti untuk mengetahui beberapa hukum syar'i. Sedangkan artii hujjiyatul qiyâs sendiri adalah bahwa qiyâs merupakan dasar dari dasar-dasar pensyareatan dalam hukum-hukum syar'i ' praktis.

•Ulama ushul fiqih berbeda pendapat terhadap kehujjahan qiyas dalam menetapkan hukum syara'. Tetapi mereka sepakat bahwa qiyâs bisa dijadikan sebagai hujjah dalam perkara-perkara duniawi, sebagaimana pula mereka sepakat kehujjahan qiyâs Nabi Saw.

•Jumhur ulama ushul fiqih berpendirian bahwa qiyas bisa dijadikan sebagai metode atau sarana untuk mengistinbathkan hukum syara’.Jumhur 'ulama Mu'tazilah berpendapat bahwa qiyas wajib diamalkan dalam dua hal saja, yaitu:

a.Illatnya manshush (disebutkan dalam nash) baik secara nyata maupun melalui isayrat.

b.Hukum far'u harus lebih utama daripada hukum ashl.

5.Persepsi Para Ulama Mengenai Qiyas
Menurut Dr. Wahbah al-Zuhaili mengelompokkan pendapat ulama ushul fiqh tentang kehujjahan qiyas terdapat dua kelompok, yaitu pertama,kelompok yang menerima qiyas sebagai dalil hukum yang dianut mayoritas ulama ushul fiqih, dan kedua,kelompok yang menolak qiyas sebagai dalil hukum yaitu ulama-ulama Syi'ah, al-Nadzâm, Dzhahiriyyah dan dari sebagian ulama Mu'tazilah Irak. Hanya saja sebagian dari mereka mengatakan bahwa pelarangan ataupun penolakan terhadap hujjah qiyâs berdasarkan dari akal, dan sebagian yang lain mengatakan pelaranganya dari syar'i, namun pada kenyataanya mereka adalah orang-orang yang menolak adanya qiyâs.

a.Alasan ulama yang menetapkan Qiyas
Para ulama yang menetapkan kekuatan qiyas sebagai hujjah dengan mengambil dalil dari al-Quran, As-sunnah, pendapat dan perbuatan sahabat, dan juga illat-illat rasional.
Pertama ; diantara ayat-ayat al-Quran yang digunaka sebagai dalol terdapat 3 (tiga) ayat :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS. An-Nisa: 59)

Artinya: Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan yang dimaksud dengan ahli Kitab ialah orang-orang Yahudi Bani Nadhir, merekalah yang mula-mula dikumpulkan untuk diusir keluar dari Madinah.(QS. Al-Hasyr : 2)

Artinya: Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.(QS. Yaasin : 79).
Kedua, diantara sunnah yang digunakan sebagai dalil ada dua :

•Hadist Mu’ad bin Jabal : ”ketika Rasulullah mengutusnya ke negeri Yaman, beliau bertanya : dengan apa engkau memutuskan sesuatu hukum ketika dihadapkan suatu masalah kepadamu?” Mu’adz berkata, “aku putuskan dengan kitab Allah (Al-Quran), bila tidak ku temukan maka dengan As-Sunnah Rasulullah, bila tidak kutemukan maka aku berijtihad dengan pendapatku, dan aku tidak akan condong. “ maka Rasulullah SAW. Menepuk dadanya dan bersabda,” Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah atas apa yang ia relakan.”

•Dalam sebuah riwayat dikatakan: umar bertanya kepada Rasul tentang ciuman orang berpuasa tanpa mengeluarkan air mani, maka Rasul bersabda,” Bagaimana pendapatmu jika kamu berkumur dengan air sedangkan kamu berpuasa?” Umar menjawab,”Tidak apa-apa.”Rasul bersabda,” Nah itulah. “ Artinya, mencium seperti itu tidak membatalkan puasa.

Ketiga: Adapun perbuatan dan ucapan para sahabat membuktiakn bahwa qiyas adalah hujjah syara’. Mereka berijtihad mengenai masalaha-masalah yang tidak memiliki nash hukum dan mengkiasan hukum yang tidak memiliki nash dengan hukum yang memiliki nash dengan cara membanding-bandingkan antara yang satu dengan yang lain. Seperti, mereka mengkiaskan masalah khalifah dengan imam shalat, membai’at Abu Bakar sebagai khalifah dan menjelaskan dasar-dasar kias dengan ungkapan : Rasulullah rela Abu Bakar menjadi imam agama kita, Apakah kita tidak rela dia sebagai pemimpin dunia kita.

Keempat: Adapun illat rasional dalam menetapkan kias ada tiga :

•Allah SWT. Tidak menetapkan hukum syara’ kecuali untuk kemaslahatan, dan kemaslahatan umat adalah tujuan akhir dari penetapan hukum syara’.

•Nash al-Quran dan As-Sunnah sangat terbatas dan ada habisnya. Sedangkan kejadian dan permasalahan manusia tidak terbatsa dan tidak ada habisnya. Maka tidak mungkin nash yang ada habisnya itu saja yang menjadi sumber hukum syara’ bagi masalah-masalah yang tidak ada habisnya.

•Kias adalah dalil yan didukung oleh naluri yang sehat dan teori yang benar. Seseorang yang melarang minuman karena beracun, bias mengkiaskan minuman itu kepada semua minuman yang beracun.

b.Alasan ulama yang menolak qiyas

1.Mereka berpendapat bahwa qiyas itu didasarkan pada dugaan, padahal sesuatu yang didasarkan pada dugaan, hasilnya adalah dugaan. Allah SW mencegah kepada orang- orang yang mengikuti dugaan, sebagaiman firman-Nya:

Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.(QS. Al-Israa’: 36).
Atas dalil tersebutlah maka hukum dengan qiyas adalah tidak sah, karena mengikuti dugaan.

2.Pendapat mereka bahwa kias didasarkan pada perbedaan pandangan dalam menemukan illat hukum, dan hal itu adalah sumber perbedaan dan pertentangan hukum. Sedangkan diantara hukum-hukum syara’ yang bijaksana ini tidak ada pertentangan.

3.Ungkapan yang mereka terima dari sebagian sahabat yang mencela pendapat pribadi dan penetapan hokum dengan pendapat pribadi.

KESIMPULAN

Ijma’ adalah salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkatan kekuatan argumentatif setingkat di bawah dalil- dalil nash (Al- Qur’an dan Hadits). Ia merupakan dalil pertama setelah al- Qur’an dan haditts, yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum- hukum syara’. Ijma’ juga dapat dikatakan kesepakatan para mujtahid dalam suatu massa setelah wafatnya Rasulullah SAW.

Sedangkan Qiyas menurut ulama Ushul ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya Al- Qur’an dan Hadits dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang di tetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain: Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena ada persamaan illat hukum.


DAFTAR PUSTAKA

Al- Zuhaili Wahbah, Ilmu Ushul Fiqh al- Islami.

Khallaf Wahhab Abdul, Ilmu Ushul Fiqh. PUSTAKA AMANI

Zahrah Abu Muhamad, 2003, Ushul Fiqh, Pustaka Firdaus: Jakarta.

Situs internet, dengan alamat: www.google.com.

Kamis, 15 April 2010

Latar Belakang Pengembangan Kurikulum


BAB I
PENDAHULUAN

Banyak definisi kurikulum yang satu dengan yang lain saling berbeda dikarenakan dasar filsafat yang dianut oleh para penulis berbeda-beda. Walaupun demikian ada kesamaan satu fungsi, yaitu bahwa kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di Indonesia tujuan kurikulum tertera pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989 Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa : Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum yang terdiri atas berbagai komponen yang satu dengan yang lain saling terkait adalah satu sistem, ini berarti bahwa setiap komponen yang saling terkait tersebut hanya mempunyai satu tujuan, yaitu tujuan pendidikan yang juga menjadi tujuan kurikulum.
Pada dasarnya kurikulum berisikan tujuan, metode evaluasi bahan ajar dan berbagai pengalaman belajar. Kurikulum yang disusun di pusat berisikan beberapa mata pelajaran pokok dengan harapan agar peserta didik di seluruh Indonesia mempunyai standar kecakapan yang sama. Kurikulum tersebut dinamai Kurikulum Nasional (Kurnas) atau Kurikulum Inti, sedang evaluasinya dilaksanakan dengan Ebtanas. Kurikulum yang lain yang disusun di daerah-daerah disebut Kurikulum Muatan Lokal, evaluasinya dilaksanakan secara Ebta.
BAB II
PEMBAHASAN

Latar Belakang Kurikulum
Tugas utama seorang guru adalah membimbing, mengajar, serta melatih peserta didik secara professional sehingga dapat mengantarkan peserta didiknya kepada pencapaian tujuan pendidikan. Sehingga untuk melaksanakan tugas tersebut guru harus berpedoman pada suatu alat yang disebut kurikulum.[1]

  1. Pengertian Kurikulum
Pada awal mulanya istilah Kurikulum dalam dunia olah raga khususnya atletik pada zaman Yunani kuno. Curriculum berasal dari bahasa Yunani Curier atau kurir (dalam bahasa Indonesia) yang berarti seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu kepada orang lain di lain tempat. Curere berarti berlari. Kamus Webster tahun 1856 mengartikan “a race course, a place for running, a chariot”. Kurikulum diartikan suatu jarak yang ditempuh oleh pelari. Tapi juga suatu chariot kereta pacu pada zaman dulu, suatu alat yang membawa seseorang dari tempat start ke tempat finish.
Kurikulum kemudian dibawa ke dalam dunia pendidikan dan diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang ditempuh atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah.
Dalam arti sempit kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curiculum development, theory and practice mengartikan kurikulum sebagai a plan for learning yaitu sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh anak. Selanjutnya definisi kurikulum dalam arti luas dengan beberapa penekanannya sebagai berikut:
1.    J. Galen Saylor dan William M. Alexander (1956)
Kurikulum adalah semua usaha sekolah untuk mempengaruhi siswa itu belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah.
2.    Harold B. Alberty (1965)
Kurikulum adalah semua kegiatan yang disajikan oleh sekolah bagi para siswa.
3.    Nana Sudjana (1988)
Kurikulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
4.    Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
5.    Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah, maupun nasional.
Akhirnya kurikulum didefinisikan sebagai Program pendidikan yang bertujuan melaksanakan tujuan pendidikan di sekolah dan berlaku di seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan daerah. [2]
Unsur-unsur dalam definisi kurikulum tersebut adalah:
1.    Seperangkat Rencana
Seperangkat rencana, artinya bahwa di dalamnya berisikan berbagai rencana yang berhubungan dengan proses pembelajaran. Dengan demikian, ini berarti bahwa segala sesuatu yang direncanakan dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi (fleksibel).
2.    Pengaturan Mengenai Isi dan Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran ada yang diatur oleh pusat (kurnas) dan oleh daerah setempat (kurmulok)
3.    Pengaturan Cara yang Digunakan
Delevery system atau cara mengajar yang dipergunakan ada berbagai macam, misalnya; ceramah, diskusi, demonstrasi, inquiri, recitasi, membuat laporan portofolio dan sebagainya.
4.    Sebagai Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar
Penyelenggara kegiatan belajar mengajar terdiri atas tenaga kependidikan, yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan, sedang tenaga pendidikan, yaitu anggota masyarakat yang bertugas membimbing atau melatih peserta didik.[3]

  1. Sejarah Perkembangan Kurikulum
Kita telah mengetahui bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran tertentu yang harus dikuasai untuk mencapai suatu tingkat pendidikan. Hal ini ternyata tidak berjalan secara statis, melainkan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Karena itulah, kita perlu melihat sejarah kurikulum masa lalu hingga masa sekarang.
Sejarah perkembangan kurikulum dapat kita bahas sebagai berikut:
1.    Kurikulum Zaman Yunani Kuno
Pada zaman kuno, kurikulum masih sangat primitif dan belum ada sekolah formal sehingga kurikulumnya pun tidak tertulis. Pada masa nenek moyang bangsa kita, proses pendidikan berjalan secara informal, yaitu para orang tua memberikan pengalaman pada anak-anaknya, seperti cara-cara memburu binatang, menangkap ikan, bertani dan sebagainya.
Pada zaman kuno, kurikulum saat itu sangat sederhana dan masih berbentuk daftar pelajaran seperti:
a.    Literatur-literatur secara tertulis tidak ada, hanya berupa dongeng dan pesan secara lisan saja.
b.    Ilmu pengetahuan hanya terbatas pada kenyataan-kenyataan alam langsung, tanpa ada ukuran buku.
c.    Matematika (ilmu hitung) hanya mengenal angka dan hanya terbatas pada penjumlahan saja yang diperlukan.
d.    Mengenal dan mengutamakan pendidikan jasmani atau latihan-latihan fisik.
e.    Mengenal dan mengutamakan pendidikan religius/ritual (berupa kepercayaan).
Bangsa Yunani dapat dikatakan sebagai pelopor dalam hal pendidikan, sebab Negara itu tingkat kebudayaan telah tinggi dan telah tersebar ke seluruh dunia, khususnya ke Eropa. Bahkan, sampai zaman modern, benda-benda dan kebudayaan Yunani masih banyak dipelajari, misalnya Filsafat Yunani.
Yunani tempo dulu membedakan jenis kurikulum, yaitu:
§  Rhethorica School, tujuannya adalah sekolah menitikberatkan pada pendidikan keahlian berbicara atau berpidato (orator).
§  Philosophical School, tujuannya adalah sekolah menitikberatkan pada pendidikan intelektual serta bidang filsafat (kecerdasan).
2.    Kurikulum Zaman Romawi Kuno
Bangsa Romawi membentuk/membuat bentuk organisasi isi kurikulum. Tujuh Kesenian Bebas dari Yunani diperluas oleh bangsa Romawi, terutama dalam soal tata bahasanya dan bangsa Roma mencantumkan bahasa asing ke dalam kurikulum
Kurikulum zaman Romawi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a.    Zaman Romawi Lama
Kurikulum zaman Romawi lama hanya berisi pelajaran membaca, menulis, berhitung. Pendidikan saat itu sifatnya informal karena hanya dilakukan di rumah-rumah dan pendidikan di sekolah-sekolah hampir tidak ada. Pendidikan tidak menjadi tugas Negara, tetapi diselenggarakan di rumah-rumah.
Tujuan pendidikan zaman Romawi lama, yaitu: membentuk warga Negara yang berani berkorban membela tanah airnya, dan diutamakan pembentukan warga Negara yang cakap sebagai tentara.
b.    Zaman Romawi Baru (Hellenisme)
Tujuan pendidikan zaman Romawi baru yang diutamakan, yaitu pembentukan yang harmonis yang dipentingkan untuk pendidikan rasio dan kemanusiaan (humanitas).
3.    Kurikulum Zaman Abad Tengah dan Pendidikan Modern
      Pada zaman pertengahan, asimilasi kebudayaan berjalan terus. Sejalan dengan itu, pendidikan saat itu hampir sebagian besar berada ditangan kaum baru, yaitu agama Kristen yang tidak membeda-bedakan derajat manusia ataupun warna kulit. Metode mengajarnya mekanis, yaitu murid-murid menyebut apa yang disebutkan oleh guru, semua itu harus dihapal oleh siswa. Suasana sangat keras, kesalahan dihukum dengan pukulan.
      Pada abad ke 13, sekolah biara semakin berkembang karena dirasakan perlunya mempertinggi mutu pelajarannya, maka didirikanlah universitas-universitas.
      Ada tiga dasar kurikulum modern antara lain:
a.    Kurikulum adalah suatu konsep yang luas
b.    Problem-problem kurikulum di lapangan
Masalah-masalah yang banyak dihadapi dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok masalah yang terdiri atas:
·   Masalah pengelompokan anak
·   Masalah perbedaan kecakapan intelektual
·   Masalah kesehatan
·   Masalah kekuatan tenaga
·   Masalah semangat/motivasi
·   Masalah daya tarik
·   Masalah kebutuhan, dll.
c.    Perubahan-perubahan kurikulum.
Perubahan kurikulum dapat terjadi karena dipengaruhi juga oleh beberapa faktor antara lain:
A. Faktor sistem warisan pendidikan yang sudah tidak cocok dengan kondisi lapangan,
B. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah maju pesat,
C. Faktor ledakan penduduk di mana generasi bertambah, hal ini membutuhkan pendidikan.[4]

C. Tujuan Kurikulum

     Tujuan dari kurikulum adalah sebagai arah, pedoman, atau sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan proses pembelajaran (belajar mengajar).

D. Fungsi Kurikulum

    Fungsi kurikulum dibagi menjadi dua yaitu fungsi umum dan fungsi khusus, yaitu :

·         Fungsi umum kurikulum, Kurikulum berfungsi sebagai penyedia dan pengembang individu peserta didik.
·         Fungsi khusus kurikulum, yaitu :
a.  Fungsi preventif. Dimaksudkan agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan dalam kurikulum.

b.  Fungsi korektif. Sebagai rambu-rambu yang harus dipedomani dalam membetulkan pelaksanaan yang menyimpang dari kurikulum.

c.   Fungsi Konstruktif. Memberikan arah yang benar bagi pelaksanaan dan mengembangkan pelaksanaannya, asalkan arah pengembangannya mengacu pada kurikulum yang berlaku.

E.  Komponen-komponen kurikulum

1.  Komponen tujuan

Yaitu arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses penyelenggaraan pendidikan. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori :

·         Tujuan pendidikan nasional yang merupakan tujuan jangkan panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia.

·         Tujuan institusional, merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan.

·         Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sesuatu program studi.

Tujuan instruksional,
merupakan target yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran.

2.  Isi kurikulum

Mencakup pengalaman-pengalaman yang akan diperoleh siswa dalam kegiatan belajar di sekolah. pengalaman-pengalaman ini mencakup tujuan khusus, bahan ajaran, strategi mengajar, media dan sumber belajar.

3.
Metode belajar

F.  Kedudukan kurikulum dalam pendidikan

Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Misalnya dalam keluarga orang tua menginginkan anak yang soleh, sehat, pandai dan sebagainya tetapi orang tua sering tidak mempunyai rencana yang jelas.

Disinilah pendidikan dalam lingkungan sekolah berperan lebih dibandingkan dengan pendidikan dikeluarga ataupun dimasyarakat. Kelebihan tersebut adalah:

1.  Pendidikan formal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya berkenaan dengan pembinaan segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan ketrampilan.

2.  Pendidikan sekolah memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam.

3.  Sekolah memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana dan sistematis.

Kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah, hal ini berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.

G. Pengembangan Kurikulum

·      Prinsip-prinsip Umum, yaitu:

a.      Prinsip relevansi keluar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Prinsip relevansi didalam yaitu ada kesesuaian atau keterpaduan atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.

b.      Fleksibilitas, kurikulum mempunyai sifat lentur atau fleksibel. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.

c.      Kontinuitas, yaitu kesinambungan. Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan. Perlu adanya komunikasi dan kerja sama antara pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.

d.      Praktis dan efisiensi, mudah dilaksanakan, mengguanakan alat-alat sederhana dan dengan biaya yang murah.

e.      Efektivitas, walaupun kurikulum tersebut murah tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan, baik secara kuantitas maupun kualitas.

·       Prinsip-prinsip khusus, yaitu:

a.      Berkenaan dengan tujuan pendidikan,

b.      Berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan,

c.      Berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar,

d.      Berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran,

e.      Berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.[5]

  1. Perbedaan Kurikulum Lama dan Baru
Perbedaan antara kurikulum lama dan kurikulum baru, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Kurikulum lama berorientasi kepada masa lampau, sedangkan kurikulum baru berorientasi kepada masa sekarang.
b.    Kurikulum lama tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas, sedangkan kurikulum baru berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas yang dapat diajarkan ke dalam serangkaian tindakan yang nyata.
c.    Kurikulum lama berdasarkan tujuan pendidikan yang mengutamakan perkembangan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan kurikulum baru bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa agar mampu hidup di dalam masyarakat.
d.    Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, sedangkan kurikulum baru disusun berdasarkan masalah atau topik, di mana siswa belajar dengan mengalami sendiri.
e.    Kurikulum lama semata-mata didasarkan atas buku pelajaran sebagai sumber bahan, sedangkan kurikulum baru bertitik tolak dari masalah dalam kehidupan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan, minat dan kebutuhan individu.
f.     Kurikulum lama dikembangkan oleh guru secara perseorangan, sedangkan kurikulum baru dikembangkan oleh tim atau suatu departemen tertentu.[6]

BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
      Dari pembahasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:
1.    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
2.    Kurikulum sudah ada sejak zaman Yunani dan Yunani juga merupakan pelopor dalam hal pendidikan.
3.    Terdapat 3 dasar kurikulum modern, yaitu Kurikulum adalah suatu konsep yang luas, problem-problem kurikulum di lapangan dan perubahan-perubahan kurikulum.
4.    Terdapat perbedaan yang signifikan antara kurikulum lama dengan kurikulum baru, misalnya kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, sedangkan kurikulum baru disusun berdasarkan masalah atau topik, di mana siswa belajar dengan mengalami sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, dkk.. 1998. Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar.  1993. Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: PT. Trigenda Karya.

Sudirwo, Daeng. 2002. Kurikulum Pembelajaran dalam Rangka Angka Otonomi Daerah. Bandung: CV. ANDIRA.

Situs internet, dengan alamat : www.google.com


[2] Drs. H. Daeng Sudirwo, M. Pd., Kurikulum Pembelajaran dalam Rangka Angka Otonomi Daerah, Bandung, CV. ANDIRA, 2002, hlm. 1-3.
[3] Prof. Drs. H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2004, hlm. 3-4.
[4] Drs. H. Ahmad, dkk., Pengembangan Kurikulum, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1998, hlm.79-92
[5] www.google.com
[6] Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, Bandung, PT. Trigenda Karya, 1993, hlm. 19.